Francisco Chensan
9G/12
KONFERENSI MEJA BUNDAR
Dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia banyak diadakan pertemuan. Setelah tiga
pertemuan tingkat tinggi antara Belanda dan Indonesia, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan
Perjanjian Roem-Royen (1949),
diadakan Konfrensi Meja Bundar. Setelah bangsa Indonesia berhasil menyelesaikan
masalahnya sendiri dalam Konferensi Inter-Indonesia maka bangsa Indonesia
secara keseluruhan menghadapi Konferensi Meja Bundar, Pada tanggal 11
Agustus 1949, dibentuk delegasi Republik Indonesia untuk menghadapi Konferensi
Meja Bundar.
Delegasi itu
terdiri dari Drs. Hatta (ketua), Nir. Moh. Roem, Prof Dr. Mr. Supomo, Dr. J.
Leitnena„ Mr. Ali Sastroamicijojo, Ir. Djuanda, Dr. Sukiman, Mr. Suyono
Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel
T.B. Simatupang
dan Mr. Muwardi.
Delegasi BF0 dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Pada tanggal 23
Agustus 1949 Konferensi Meja Bundar dimulai di Den Haag, Belanda.
Konferensi ini berlangsung hingga tanggal 2 November 1949 dengan hasil sebagai
berikut.
- Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
- Status Karesidenan Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun, sesudah pengakuan kedaulatan.
- Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerja sama sukarela dan sederajat.
- Republik Indonesia Serikat mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
- Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang ada sejak tahun 1942.
Sementara itu, pada
tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan penandatanganan bersama piagam persetujuan
Konstitusi Republik Indonesia Serikat antara Republik Indonesia dengan BFO. Di
samping itu, hasil keputusan Konferensi Meja Bundar
diajukan kepada Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya, KNIP
bersidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil KMB. Pembahasan
hasil keputusan KMB oleh KNIP dilakukan dengan cara pemungutan suara, hasil
yang dicapainya adalah 226 suara setuju, 62 suara menolak, dan 31 suara
meninggaikan sidang.
Penyerahan
kedaulatan yang dilakukan di negeri Belanda bertempat di ruang takhta Amsterdam,
Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan
A.M.J.A. Sasseu, dan Drs. Moh. Hatta melakukan penandatanganan akta penyerahan
kedaulatan. Pada saat yang sama di Jakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan
Wakil Tinggi Mahkota Belanda, A.H.S. Lovink dalam suatu upacara di Istana
Merdeka menandatangani naskah penyerahan kedaulatan.
Dengan penyerahan
kedaulatan itu, Indonesia mendapatkan dampak yang cukup baik. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan menjadi lebih baik. Secara formal Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia dan
mengakui kekuasaan negara Indonesia di seluruh bekas wilayah Hindia Belanda,
kecuali Irian Barat yang akan diserahkan setahun kemudian. Sebulan kemudian,
yaitu pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Sudirman, Panglima Besar Angkatan
Perang Republik Indonesia meninggal dunia pada usia yang cukup muda, yaitu 34
tahun. Beliau adalah tokoh panutan bagi para anggota TNI.
Dari peristiwa Konfrensi Meja Bundar ini kita bisa belajar untuk menghadapi suatu masalah dengan penuh pertimbangan. Kita harus mempersiapkan hal-hal dengan baik dalam menghadapi suatu kejadian. Jika kita mempersiapkannya dengan baik, hasilnya pasti akan juga menjadi baik. Jika kita ingin mencapai sesuatu semuanya harus dilakukan dengan benar. Dan kita tidak boleh cepat menyerah. Untuk mencapai Konferensi Meja Bundar, beberapa pertemuan lainnya harus dihadapi terlebih dahulu.
No comments:
Post a Comment