Fidellia Adinda
9G / 11
9G / 11
SERANGAN UMUM 1 MARET 1949
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada
tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara besar – besaran. Serangan
ini dilakukan untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI, berarti
juga Republik Indonesia masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian
dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di
Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda
serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia
(TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Pada waktu itu, Soeharto
juga turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.
Kurang lebih 1 bulan
setelah Agresi Militer Belanda II, TNI mulai menyusun strategi guna melakukan
pukulan balik terhadap tentara Belanda yang dimulai dengna memutuskan telepon,
merusak jalan kereta api, menyerang konvoi Belnda, dan tindakan sabotase yang
lain. Belanda terpaksa memperbanyak pos – pos di sepanjang jalan – jalan besar
yang menghubungkan kota – kota yang telah diduduki. Hal ini berarti kekuatan
pasukan Belanda tersebar pada pos – pos kecil di seluruh daerah republik yang
menjadi medan gerilya. Dalam keadaan Belanda yang terpencar – pencar, mulailah
TNI melakukan serangan terhadap Belanda.
Pada awal Februari
1948, Letkol. Dr. Wiliater Hutagulung bertemu dengan Panglima Besar Sudirman
untuk melaporkan mengenai resolusi Dewan Keamanan PBB dan penolakan Belanda
terhadap resolusi tersebut dan melancarkan propaganda yang menyatakan bahwa
Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Pemikiran yang dikembangkan Hutagulung
adalah perlunya meyakinkan dunia internasional terutama Amerika Serikat dan
Inggris bahwa Negara Republik Indonesia masih kuat. Indonesia juga memiliki
pemerintahan, organisasi TNI, dan ada tentaranya. Untuk membuktikan hal ini,
harus diadakan serangan spektakuler yang tidak bisa disembunyikan oleh Belanda
dan harus diketahui UNCI (United Nations Commission for Indonesia) dan wartawan
– wartawan asing untuk disebarluaskan ke seluruh dunia. Untuk menyebarluaskan
bahwa Negara Republik Indonesia masih ada, diperlukan pemuda – pemuda berseragam
Tentara Nasional Indonesia yang dapat berbahasa Inggris, Belanda, atau
Perancis. Panglima Besar Sudirman menyetujui gagasan tersebut dan
menginstruksikan Hutagulung untuk mengkoordinasikan pelaksanaannya.
Tujuan utama dari
rencana itu adalah untuk menunjukkan eksistensi TNI dan dengan demikian juga
menunjukkan eksistensi Republik Indonesia kepada dunia internasional. Untuk
menunjukkan eksistensi ini, anggota UNCI, wartawan – wartawan asing harus
melihat pemuda – pemuda yang berseragam TNI.
Setelah dilakukan
pembahasan, Kolonel Bambang Sugeng bersikukuh bahwa yang harus diserang secara
spektakuler adalah Yogyakarta karena dulu Yogyakarta adalah ibukota RI, ada
banyak wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta, dan semua pasukan sudah
memahami dan menguasai situasi / daerah operasi.
Pada tanggal 1 Maret
1949, serangan secara besar – besaran mulai dilakukan secara serentak dengan fokus
serangan ke Ibukota Republik, Yogyakarta. Pada saat yang bersamaan, serangan
juga dilakukan di Solo untuk mengikat tentara Belanda dalam pertempuran agar
tidak dapat mengirim bantuan ke Yogyakarta.
Dari peristiwa ini, ada
kerugian di kedua belah pihak karena pastinya ada banyak orang yang tewas dalam
serangan itu. Ada beberapa polisi Belanda yang tewas dalam serangan itu dan ada
banyak polisi Indonesia dan masyarakat Indonesia yang tewas dalam serangan 1
Maret 1949 itu.
Serangan Umum 1 Maret
1949 ini mampu menguatkan posisi tawar dari Republik Indonesia, mempermalukan
Belanda yang telah memberi pernyataan bahwa Republik Indonesia sudah lemah.
Tetapi dengan serangan ini, Indonesia membuktikan bahwa Republik Indonesia masih
ada dan TNI masih ada. Indonesia bisa melakukan serangan secara frontal tidak
hanya melalui penyergapan dan sabotase saja. Dari serangan ini, dunia
internasional mengakui bahwa Republik Indonesia masih ada.
Ada beberapa nilai
penting yang dapat kita ambil dari peristiwa ini. Nilai – nilai yang dapat
diambil seperti, rela berkorban demi kemerdekaan bangsa dan demi perdamaian
bangsa. Sikap patriot dalam membela tanah air, Indonesia.
No comments:
Post a Comment