9G/16
PERTEMPURAN 10 NOVEMBER DI SURABAYA
Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan Sekutu dari Brigade 49 dibawah pimpinan Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya. Pemimpin pasukan Sekutu akhirnya menemui R.M. Suryo, pemegang pemerintahan Indonesia di Jawa Timur. Pada awalnya, pemerintah Indonesia di Jawa Timur enggan menerima kedatangan pasukan Sekutu. Namun, setelah diadakan pertemuan antara wakil pemerintahan Republik Indonesia dengan Jenderal A.W.S. Mallaby, disepakati hal-hal berikut ini:
1. Inggris berjanji bahwa pada tentara mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda
2. Mereka menyetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman
3. Mereka segera membentuk kontak biro agar kerja sama dapat terlaksana sebaik-baiknya
4. Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Akhirnya, Sekutu diperkenankan untuk memasuki kota dengan syarat hanya objek-objek yang berkaitan dengan tugasnya yang boleh diduduki. Namun, pasukan Inggris sudah mengikari janji mereka. Pada 27 Oktober, pesawat terbang Inggris menyebarkan pamflet yang memerintahkan agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata yang dirampasnya dari tangan Jepang. Kepercayaan pemerintah Republik Indonesia kepada Inggris akhirnya hilang. Akibatnya, pada tanggal 27 hingga 30 Oktober terjadi pertempuran antara para pemuda Indonesia dengan pihak Inggris, dimana Inggris hampir dapat dipukul mundur. Bahkan, Jenderal A.W.S. Mallaby berhasil ditawan para pemuda. Pada 30 Oktober, Soekarno, Moh. Hatta, dan Amir Sjarifoeddin datang ke Surabaya untuk mendamaikan perselisihan tersebut. Perdamaian sempat terjadi, namun saat Soekarno, Hatta, dan Amir Sjarifoeddin kembali ke Jakarta, terjadi pertempuran lagi dan menewaskan Jenderal A.W.S. Mallaby. Pada 9 November, Inggris mengeluarkan ultimatum yang berisi ancaman akan menyerang Surabaya dari darat, laut, dan udara apabila orang-orang Indonesia tidak menaati perintah Inggris. Mereka mengharuskan para pemuda di Surabaya dan pemimpin Bangsa Indonesia agar berkumpul di tempat yang sudah ditentukan selambat-lambatnya 10 November pukul 06.00 pagi untuk menandatangani dokumen tanda menyerah tanpa syarat. Ultimatum tersebut tidak ditaati rakyat Surabaya sehingga terjadi pertempuran besar di Surabaya pada 10 November yang merupakan lambang keberanian dan tekad mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sejak peristiwa itu, 10 November akhirnya diperingati menjadi Hari Pahlawan setiap tahunnya.
Para pemuda Indonesia dengan gigih dan semangat berkobar berusaha untuk mempertahankan kemerdekaan. Mereka menjunjung tinggi persatuan Indonesia. Berbagai hambatan dari pihak luar tidak menjadikan penghalang dan peredam semangat. Mereka mengetahui betapa pentingnya kemerdekaan Indonesia sebagai harga mati yang tidak dapat digantikan. Semangat tersebut tentu tumbuh karena kecintaan mereka yang begitu dalam terhadap Bangsa Indonesia, sebagai bangsa mereka satu-satunya. Menjaga persatuan dengan berjuta-juta orang banyak memang tidak mudah, sehingga butuh kesadaran dan semangat dari tiap-tiap individu. Hari Pahlawan mengingatkan kita akan pahlawan-pahlawan yang telah gugur membela Bangsa Indonesia baik masa lalu hingga sekarang. Dengan adanya Hari Pahlawan, sebagai pelajar dan masyarakat, kita diingatkan terus akan semangat perjuangan untuk mengisi kemerdekaan yang bisa dilakukan dengan berbagai cara. Sebagai pelajar, cinta terhadap Tanah Air harus tumbuh sejak dini. Selain itu, kita juga diajarkan untuk tetap memiliki semangat nasionalisme yang tinggi seperti halnya para pahlawan yang berjuang bagi bangsa ini. Dengan demikian, kita akan terus termotivasi untuk rajin belajar dalam rangka mengisi kemerdekaan untuk menjadi generasi muda penerus bangsa yang bertanggung jawab dan berprestasi sehingga dapat memajukan Bangsa Indonesia di masa yang akan datang dengan tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diraih oleh para pahlawan berjasa.
No comments:
Post a Comment