Leonardo
Juan W 9G-23
Perlawanan Agresi Militer Belanda I
A.
Pengertian Agresi Militer I
"Operatie
Product (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia
dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan
Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai
5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang
diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan
Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap
merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati.
B.
Penyebab Terjadinya Agresi Militer
Belanda I
Agresi militer Belanda I diawali oleh perselisihan Indonesia dan Belanda
akibat perbedaan penafsiran terhadap ketentuan hasil Perundingan Linggarjati.
Pihak Belanda cenderung menempatkan Indonesia sebagai negara persekmakmuran
dengan Belanda sebagai negara induk. Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh
mempertahankan kedaulatannya, lepas dari Belanda. Pada tanggal 15 Juli 1947,
van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km.
dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini.latar belakangnya agresi militer belanda 1 merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggarjati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia.
C.
Tujuan Belanda Mengadakan Agresi
Militer I
Adapun tujuan Belanda mengadakan
agresi militer I yaitu sebagai berikut:
1.
Tujuan
politik Mengepung ibu kota Republik Indonesia dan menghapus kedaulatan Republik
Indonesia.
2.
Tujuan
ekonomi. Merebut pusat-pusat penghasil makanan dan bahan ekspor.
D.
Kronologis Terjadinya Agresi Militer
I
Sesudah
penandatanganan Persetujuan Linggarjati, Belanda berusaha keras memaksakan
interpretasi mereka sendiri dan berjalan sendiri untuk membentuk negara-negara
bagian yang akan menjadi bagian dari negara Indonesia Serikat, sesuai dengan
keinginan mereka. Hal ini diawali dengan konferensi yang diselenggarakannya di
Malino, Sulawesi Selatan, dan kemudian di Denpasar, Bali. Di sana mereka
berhasil membentuk negara boneka Indonesia Timur dengan dibantu oleh
orang-orang yang pro Belanda seperti Sukawati dan Anak Agung Gde Agung. Anak
Agung Gde memang sejak awal sudah memusuhi pemuda-pemuda pro Republik di
daerahnya, serta mengejar-ngejar dan menangkapinya. Memang tujuan utama Belanda
penandatanganan Persetujuan Linggarjati ialah menjadikan negara Republik
Indonesia yang sudah mendapatkan pengakuan de
facto dan juga de jure oleh
beberapa negara, kembali menjadi satu negara bagian saja seperti juga
negara-negara boneka yang didirikannya, yang akan diikutsertakan dalam
pembentukan suatu negara Indonesia Serikat. Langkah Belanda selanjutnya ialah
memajukan bermacam-macam tuntutan yang pada dasarnya hendak menghilangkan sifat
negara berdaulat Republik dan menjadikannya hanya negara bagian seperti negara
boneka yang diciptakannya di Denpasar. Yang menjadi sasaran uatamanya ialah
menghapus TNI dan perwakilan-perwakilan Republik di luar negeri, karena
keduanya merupakan atribut negara berdaulat. Semua tuntutan Belanda ditolak.
Sementara itu keadaan keuangan Belanda sudah gawat, dan kalau masalah Indonesia
tidak cepat diselesaikan maka besar kemungkinan Belanda akan bangkrut. Agresi militer
pertama dilakukan Belanda berlatar dua pokok di atas, yaitu melenyapkan
Republik Indonesia sebagai negara merdeka dengan menghilangkan semua atribut
kemerdekaannya, dan keadaan keuangan Belanda yang sangat gawat. Dalam serangan
Belanda yang pertama itu mereka bermaksud hendak menduduki Yogyakarta yang
telah menjadi ibu kota perjuangan Republik Indonesia, dan menduduki
daerah-daerah yang penting bagi perekonomian Belanda, yaitu daerah-daerah
perkebunan, ladang minyak dan batu baik di Sumatera maupun di Jawa. Usaha ini
untuk sebagian berhasil; mereka berhasil menduduki daerah-daerah perkebunan
yang cukup luas, di Sumatera Timur, Palembang, Jawa Barat dan Jawa Timur. Dari
hasil penjualan produksi perkebunan-perkebunan yang masih terkumpul, mereka
mengharapkan mendapatkan uang sejumlah US$ 300 juta, sedangkan biaya agresi
militer diperhitungkan akan memakan US$ 200 juta, jadi masih ada ”untung” US$
100 juta.
E.
Berakhirnya Agresi Militer Belanda I
Republik
Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer Belanda ke PBB, karena agresi
militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu
Persetujuan Linggarjati.
Belanda
ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional, termasuk
Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas
permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang
dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB, yang
kemudian mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang isinya
menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan.
Dewan
Keamanan PBB de facto mengakui
eksistensi Republik Indonesia. Hal ini terbukti dalam semua resolusi PBB sejak
tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi menggunakan nama INDONESIA,
dan bukan Netherlands Indies. Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No.
27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 Agustus
1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28
Januari 1949, Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik
Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question. Atas tekanan
Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda akhirnya
menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan
pertempuran.
Pada 17
Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima
Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan senjata, dan pada 25 Agustus
1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah konflik
antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee
of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih
dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara,
yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda
dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral.[2][2] Australia
diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan
Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.
Selanjutnya
PBB membentuk Komisi PBB yang terdiri atas tiga negara: satu dipilih oleh
Indonesia, satu oleh Belanda dan yang satu lagi dipilih bersama. Komisi Tiga
Negara ini terdiri atas Amreika Serikat, Australia dan Belgia. Sjahrir memilih
Australia, dan bukan India, karena India sudah dianggap oleh dunia sebagai pro
Indonesia, sedangkan Australia adalah negara bangsa kulit putih, yang dianggap
lebih obyektif pendiriannya dalam mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa
Indonesia. Perkiraan Belanda dengan mengadakan agresi militernya yang pertama
meleset sama sekali; karena tanpa diperhitungkan sejak semula, bahwa Dewan
Keamanan PBB akan bertindak atas usul India dan Australia.
India dan
Australia sangat aktif mendukung Republik di dalam PBB, di mana Uni Soviet juga
memberika dukungannta. Akan tetapi, peranan yang paling penting akhirnya
dimainkan oleh Amerika Serikat. Mereka yang menentukan kebijakan Belanda,
bahkan yang lebih progresif di antara mereka, merasa yakin bahwa sejarah dan
pikiran sehat memberi mereka hak untuk menetukan perkembangan Indonesia, tetapi
hak ini hanya dapat dijalankan dengan menghancurkan Republik terdahulu.
Sekutu-sekutu utama negeri Belanda terutama Inggris, Australia, dan Amerika
(negara yang paling diandalkan Belanda untuk memberi bantuan pembangunan
kembali di masa sesudah perang) tidak mengakui hak semacam itu kecuali jika
rakyat Indonesia mengakuinya, yang jelas tidak demikian apabila pihak Belanda
harus menyandarkan diri pada penaklukan militer. Mereka mulai mendesak negeri Belanda
supaya mengambil sikap yang tidak begitu kaku, dan PBB menjadi forum umum untuk
memeriksa tindakan-tindakan Belanda. Untuk pertama kali sejak PBB didirikan
pada tahun 1945, badan ini mengambil tindakan mengentikan penyerangan militer
di dunia dan memaksa agresor agar menghentikan serangannya. Belanda yang
menginginkan supaya masalah Indonesia dianggap sebagai suatu persoalan dalam
negeri antara Belanda dan jajahannya, telah gagal, dan masalah
Indonesia-Belanda menjadi menjadi masalah internasional. Kedudukan Republik
Indonesia menjadi sejajar dengan kedudukan negara Belanda dalam pandangan dunia
umumnya.
F.
Dampak Agresi Militer I bagi Bangsa
Indonesia
Dampak yang
diperoleh bangsa Indonesia akibat adanya agresi militer I oleh pihak Belanda
yaitu sempat dikuasainya beberapa daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di
Sumatera Timur, Palembang, Jawa Barat dan Jawa Timur. Meski PBB telah turut
membantu mengatasi agresi militer yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia
dengan diadakan penghentian tembak menembak, tidak berarti bahwa tindakan
militer Belanda langsung terhenti. Mereka terus-menerus mengadakan gerakan
pembersihan untuk mengamankan dareah-dareah yang telah didudukinya. Dalam
gerakan pembersihan ini sering pula terjadi tindakan kejam oleh pasukan
Belanda, terutama di dareah-daerah yang sudah mereka duduki namun tidak dapat
dikuasai, umpamanya dareah sekitar Krawang-Bekasi Di sekitar Bekasi beroperasi
pasukan kita yang dipimpin oleh Lukas Kustrayo.
Setelah
pembentukan BKR ia langsung bergabung, dan pasukan yang dibentuknya beroperasi
di sekitar Bekasi. Setelah Belanda meyerang pada bulan Juli 1947 Lukas tetap
beroperasi di sana dan tetap menganggu kehadiran Belanda di daerah itu, juga
setelah diadakan pengehentian tembak- menembak. Kegiatan Lukas sangat
menjengkelkan Belanda, sehingga Lukas diberi julukan ”Tijger van West Jawa”
(Harimau Jawa Barat). Belanda terus-menerus berusaha mengejar Lukas dan
pasukannya, tetapi selalu tidak berhasil. Setelah mereka mengetahui bahwa Lukas
bermarkas di desa Rawagede, mereka menyerbu desa itu pada tanggal 9 Desember
1947, dan lagi-lagi Lukas dan pasukannya lolos. dalam kemarahan dan frustasi
karena usaha mereka tidak berhasil, pasukan Belanda menembaki rakyat desa
Rawagede secara membabi buta dan membunuh 491 orang dewasa dan anak-anak.
Kekejaman Belanda ini tidak pernah kita ungkapkan ke dunia luar, karena pada
waktu itu memang kita tidak mempunyai aparat untuk melakukanya. Kekejaman
Belanda lain yang dapat disebut adalah pembantaian rakyat Sulawesi Selatan pada
bulan Januari 1948 oleh pasukan Kapten Wasterling, yang juga tidak pernah
dihukum. Juga peristiwa kapten api maut di Jawa Timur, ketika prajurit-prajurit
Republik Indonesia yang tertawan oleh Belanda diamsukkan dalam gerbong kereta
api yang kemudian ditutup rapat tanpa ventilasi, sehingga semua tawanan mati
lemas karena kepanasan dan kehabisan udara.
No comments:
Post a Comment